KIMKARYAMAKMUR.COM, Prenduan – Makam Zimad atau masyarakat mengenalnya dengan Bhujuk Zimad, berada di Pulau Madura paling barat tepatnya di Desa Banyusangkah Kecamatan Tanjung Bumi, Kabupaten Bangkalan.
Di Bhujuk Zimad ini ada jasad seorang Waliyullah yaitu Sayyid Husein As-Segaf. Beliau merupakan orang tua dari Bhujuk Tambhek (Sayyid Abdurrahman) yang berada di Desa Prenduan, tepatnya berbatasan dengan Desa Aeng Panas Dusun Cecce’.
Beliau adalah Sayyid, yang merupakan keturunan Rasulullah SAW dari jalur Sayyidah Fathimah Az-Zahrah, beliau berdakwah melanglang buana menyebarkan agama Islam sampai di Pulau Madura.
Menurut cerita yang disampaikan oleh Lora Affan putra dari KH. Moh. Hasan Basrowi salah satu tokoh masyarakat yang jalur nasabnya dekat dengan Bhujuk Tambhek, bahwa Sayyid Husein ini hidup pada masa Raja di Bangkalan, tepatnya dimasa penjajahan. Beliau diancam untuk dibunuh karena pengaruhnya sangat besar terhadap masyarakat.
Oleh karena itu, agar putra-putranya tidak ikut terlibat dalam rencana jahat para penjajah, mereka disuruh pindah, diantara putranya adalah Kiai Abdul Mannan yang berada di Batu Ampar Pamekasan yang saat ini masyarakat mengenalnya Bhujuk Kosambih, dan Kiai Abdurrahman yang berada di Desa Prenduan Sumenep, masyarakat mengenalnya Bhujuk Tambhek.
Masyarakat Desa Aeng Panas dan Prenduan menyebutnya Bhujuk Tambhek. Konon, cerita yang beredar dari sesepuh masyarakat setempat bahwa, Kiai Abdurrahman berhasil Nambhek (Menghadang) banjir yang melanda hanya dengan sehelai rambutnya, bisa kita ketahui saat ini disebelah timur astah memang ada sungai yang mengalir, disitulah merupakan pembatas dari dua Desa.
Berkat Karomahnya, Beliau bukan orang biasa, beliau adalah orang yang memiliki kedudukan mulia disisi Allah SWT, bisa diketahui sampai saat ini, astahnya yang sering dikunjungi oleh masyarakat, juga diadakan haul setiap tanggal 10 Muharram, ribuan orang berbondong-bondong hadir di astah tersebut.
Tak hentinya seperti yang dilakukan oleh masyarakat setempat yang selalu mengadakan Parnyo’onan (Ngaji bersama), Tawassul, setiap Jum’at Kliwon. Itu semua karena semata-semata ingin mengharap barokahnya.
Jadi, mereka berdoa kepada Allah SWT melalui suatu perantara, perantara itu melalui orang yang memiliki kedudukan mulia disisi Allah SWT, inilah yang dinamakan Tawassul dan mayoritas Ulama’ adalah membolehkan.
Sebagai mana Firman Allah dalam QS. Al-Maidah: 35
يآأَيُّهاَ الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya”. (QS. Al-Maidah:35).
Seperti yang dikutip oleh H M. Cholil Nafis Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama’ (PB NU) pada NU Online.id. Bahwa Imam Syaukani mengatakan, Tawassul kepada Nabi Muhammad SAW ataupun kepada yang lain (orang shaleh), baik pada masa hidupnya maupun setelah meninggal adalah merupakan ijma’ para sahabat.
Ketahuilah bahwa tawassul bukanlah meminta kekuatan orang mati atau yang hidup, tetapi berperantara kepada keshalihan seseorang, atau kedekatan derajatnya kepada Allah SWT, sesekali bukanlah manfaat dari manusia, tetapi dari Allah SWT yang telah memilih orang tersebut hingga ia menjadi hamba yang shalih, hidup atau mati tak membedakan atau membatasi kekuasaan Allah SWT, karena ketakwaan mereka dan kedekatan mereka kepada Allah SWT tetap abadi walau mereka telah wafat. (Hfd/Hb).