MWC NU Pragaan : Pancasila Bukan Agama, Bukan Tata Kepentingan Tapi Tata Nilai

oleh -39 Dilihat
Pengurus MWC NU Pragaan mengisi Materi Wawasan Kebangsaan pada Makesta IPNU-IPPNU Aeng Panas 

Aeng Panas – Pengurus MWC NU Pragaan Ust. Zubairi Karim, Jumat (29/02/2020) mengisi materi Wawasan Kebangsaan pada acara Makesta IPNU-IPPNU Ranting Aeng Panas di Madrasah Annajah Allailiyah Desa Aeng Panas.

Panjang lebar beliau jelaskan empat pilar kebangsaan yang dibangun pendiri bangsa khususnya para petinggi NU. Empat pilar tersebut disingkat PBNU (Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945).

Dalam kesempatan tersebut beliau beberkan peran para pendekar keilmuannya NU KH. Ahmad Shiddiq, KH. As’ad Syamsul Arifin serta Gus Dur dalam Muktamar ke-27 NU di Situbondo pada 1984.

“Pengusul diterimanya Asas Tunggal Pancasila itu Gusdur, Legitimatornya KH. Ahmad Shiddiq dan Garansornya KH. As’ad Syamsul Arifin”, tuturnya.

“Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara Republik Indonesia bukanlah agama, tidak dalam posisi mau menggantikan agama dan tidak dapat dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama. Pancasila hanya wadah cara pandang hidup berbangsa agar warganya dapat menjalankan perintah agama sesuai keyakinan agamanya masing masing”, tuturnya dihadapan puluhan peserta Makesta IPNU-IPPNU.

Beliau jelaskan pula bahwa hasil penting dalam Muktamar tersebut adalah kembalinya NU ke Khittah 1926 dan penerimaan terhadap Pancasila sebagai asas tunggal.

“Dengan Pancasila, bukan berarti agama akan dipancasilakan. Karena alasan itulah ulama NU mau menerima Pancasila sebagai asas organisasi, tanpa harus meninggalkan Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai dasar akidahnya”, tambahnya meyakinkan peserta.

Inovasi Kecamatan Pragaan

Beliau juga membuka tabir sejarah orde baru banyaknya kepentingan kekuasaan tempo dulu yang menunggangi pelaksanaan Pancasila, mengharuskan kita, tuturnya, untuk menempatkan Pancasila sebagai tata nilai luhur kebangsaan, bukan tata kepentingan untuk meraup seonggok kekuasaan.

Tak henti beliau jelaskan bahwa Muktamar Ke 27 Situbondo selain memaksa kembalinya NU ke civil society yang kemudian disebut Khitah, hal lainnya yang menjadi soal mendasar yaitu penerimaan NU terhadap Pancasila dan UUD 1945 sebagai ideologi dan konstitusi negara, serta membicarakan kemandirian jam’iyah NU.

“Penerimaan Asas Tunggal Pancasila dulu pada zamannya dianggap kontroversial dan menggemparkan jagad Indonesia. Bagi yang tidak memahami argumentasinya, mereka menentang dengan keras, tetapi yang mengerti pandangan dasarnya yang rasional, sistematis dan proporsional, justru malah tertegun, memuji dan bahkan simpati”, jelas santri jebolan PP Annuqayah ini dengan berapi-api.

Terakhir beliau ingatkan agar santri IPNU-IPPNU tidak mudah terprovokasi dengan suguhan pertanyaan provokatif dari kelompok agama yang mau membenturkan Islam dan Pancasila.

“Tak ada benturan Islam dan Pancasila. Sila-sila Pancasila justru menjiwai nilai nilai keislaman yang yang terkandung dalam agama Islam dan agama lainnya”, ujarnya mengkahiri materinya. (Zbr).

Editor : Badrul/KIM-KMAP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.