KIMKARYAMAKMUR.COM, PERENDUAN – Temu Alumni Tahunan Ikatan Alumni Annuqayah (IAA) Cabang Pragaan kali ini Ahad (01/10/2023) ditempatkan di halaman kediaman Harits Pao Prenduan. Acaranya berupa Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW juga Haul Masyayikh Annuqayah.
Kiyai Halimi Ishamuddin dalam taushiyahnya pada acara tersebut menyatakan rasa senang jika ada sirah sesepuh Annuqayah terus diikuti oleh para alumninya.
“Sirah itu ada yang bisa dibaca ketika beliau masih hidup. Sementara kalau guru guru kita sudah tiada, maka sirah beliau dapat dibaca dari peninggalan-peninggalan beliau,” ungkapnya berwibawa.
Kiyai Halimi misalnya menyebut Lora Al-Faiz termasuk generasi yang mencari manuskrip jejak juang masyayikh sepuh Annuqayah. Pengasuh PP. Annuqayah daerah Lubangsa Selatan ini juga menyebut Kiyai Faizi yang juga rajin mencari jejak sesepuh Annuqayah dari Khutbah Kiyai Ilyas Syarqawi.
“Karena sirah itu cermin dari apa yang harus kita ikuti hari ini,” jelasnya.
Wakil Rais Syuriyah PCNU (Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama) Sumenep ini mengingatkan bahwa menjadi santri tidak cukup mengandalkan kepintaran saja, tapi basyirah kepekaan batin yang selalu harus tersambung dengan sirah masyayikh dan guru kita.
“Kepintaran memang dibutuhkan tapi jangan semata itu, bashirah dan akhlaq yang diajarkan para sepuh juga harus kita ikuti. Ini sekarang mulai luntur,” tuturnya.
Alumni Pondok Pesantren Sarang Jawa Tengah ini juga menyebut bahwa guru-guru kita selalu mendoakan kita santrinya. Selain itu, beliau lalu cerita ada kiyai sepuh Annuqayah ketika ada santri pamit pulang minta barokah doa agar bisa menjalankan misi Annuqayah, kiyai sepuh bilang, akan selalu mendoakan asal si santri juga ingat pada Annuqayah almamaternya.
“Jangan hanya mau melaksanakan nilai Annuqayah tetapi tidak ingat pada guru gurunya. Ingat pada guru gurunya, baru menjaga diri,” ungkapnya.
Semua itu, katanya, agar kita selalu mawas diri dan selalu bisa belajar dan mengambil hikmah dari para sesepuh dan masyayikh Annuqayah.
Kiyai muda putera KH. Ishamuddin Abdullah Sajjad ini mengatakan bahwa para guru, para masyayikh yang memiliki keistimewaan, namun keistimewaan itu disebutnya bukanlah barang yang muncul tiba tiba, tapi muncul dari bashirah, dari hati, dari perilakunya.
Kiyai Halimi juga mengingatkan satu hal yang disebutnya selalu disampaikan kepada para alumni Annuqayah. Jelang subuh santri pasti mendengar ayat yang dikumandangkan di masjid, dan tidak berubah sampai hari ini, yaitu ayat Ali Imran ayat 190.
Ayat yang artinya, Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.
“Kalau kita mau berfikir, maka ayat ini sejatinya adalah prinsip yang harus dimiliki oleh kita. Kita ingin dibentuk menjadi orang orang yang ulil albab,” tegasnya.
Ayat itu mengingatkan kita agar kita selalu ingat kepada Allah SWT. Segala bentuk tingkah laku kita dicerminkan sebagai bentuk dzikir kepada Allah SWT. Karena dzikir bukan hanya yang didzikirkan oleh lisan kita, tapi shalat juga disebutbuntuk berdzikir, dzikir itu luas maknanya. Untuk menjadi manusia Ulil Albab itu, kok kita rasanya jauh sekali dari jejak perilaku para muassis Annuqayah terdahulu, katanya.
“Saya merasa jauh dari guru guru kita. Kita sama sama ngemis doa masyayikh, sekalipun kita tak sama dengan beliau tapi semoga tak terlalu jauh dalam upaya meneladani dan bercermin dari para sesepuh Annuqayah,” kata beliau merendah dihadapan para alumni.
Kiyai Halimi mengajak para alumni berjalan, berikhtiar dan mencontoh keteladanan para masyayikh Annuqayah.
“Insya Allah niat kuat kita untuk mencontoh para masyayikh, kita semua akan diberi keberkahan,” doanya.
Santrinya Kiyai Maimon Zubeir Sarang Jawa Tengah ini mengajak santrinya menimba banyak cerita dari alumni sepuh, karena para sepuh merupakan hasanah yang tak ternilai bagi kita semua. (Zbr/Zy).