KIMKARYAMAKMUR.COM, Sumenep – Penceramah kondang KH. Attharit Siraj Pengasuh Pondok Pesantren Al- Kautsar Pademawu Pamekasan dalam ceramahnya di Pengajian Ramadhan bagi ASN Sumenep di masjid jamik Sumenep, pertama menjelaskan arti Ramadhan yang secara bahasa berarti panas, terik atau terbakar. Ramadhan juga memiliki banyak nama, bisa disebut syahrus shiyam (bulan puasa), bulan diturunkannya Al-Quran, bulan dilipatgandakan amal, bulan pendisiplinan, bulan ampunan dari Allah SWT dan sejumlah arti lainnya.
Beliau juga menjelaskan tiga orang yang rugi yaitu orang yang syirik, orang yang tidak puasa, dan orang yang berpuasa tapi tidak diterima oleh Allah SWT.
“Kalau tidak diterima berarti tidak diberi ampunan oleh Allah SWT,” jelasnya Jumat (08/04/2022).
Beliau juga menjelaskan bahwa kebanyakan Puasa yang dilakukan oleh orang masih sebatas menahan lapar bukan menahan nafsu. Karena saat jelang maghrib masih melakukan balas dendam dengan mengumbar nafsu makan berlebihan.
Puasa, sambungnya, bukan hanya memuasakan jasmani dengan tidak makan, tidak minum dan tidak berkumpul dengan keluarga, tapi puasa juga memuasakan rohani.
“Puasa bukan hanya mencegah tidak makan dan minum, tidak berkumpul dengan keluarga, tapi lebih jauh mencegah hati daripada selain Allah. Itu puasanya ruh yang tidak diikat oleh waktu dan tempat,” jelasnya kepada hadirin.
Beliau mengibaratkan badan dan ruh itu botol dan isinya. Botol yang kosong tak berharga, botol yang berisi juga tergantung isinya.
“Botol yang diisi air, diisi kopi, atau diisi madu nilai harganya beda. Kenapa botolnya sama tetapi harganya beda?, karena yang membedakan isinya. Demikian juga manusia bukan fisiknya yang berharga melainkan kualitas isi ruh, dan hatinya,” jelasnya.
Karena itu, maka kita dianjurkan untuk banyak berdzikir mengingat Allah SWT. Disebutkan, dzikir itu bertingkat tingkat, ada dzikir lisan, ada dzikir nafas, dzikir qalbu, dzikir ruh, dzikir khafi dan seterusnya.
“Kalau kita berdzikir hanya dengan lisan saja maka itulah tingkatan kemanusiaan kita,” tambahnya.
Beliau mencontohkan orang munafik yang dzikirnya sedikit, karena ia hanya berdzikir dengan lisan saja.
Kalau yang kita tanam dzikir hati, maka botolnya tidak akan kosong dan harganya juga akan mahal. Orang yang puasa tidak dengan qalbunya maka dalam tinjauan tasawuf orang itu masih ibarat bangkai yang berjalan.
Beliau lalu mengijazahkan dzikir hati agar selalu berdzikir pada Allah SWT. Penyebutan lafadz ‘Allah’ pada setiap denyut jantung, tempatnya di rusuk kiri dibawah dua jari.
“Mari membaca kalimat, “Astaghfirullaha rabbi min kullu dzambin wa’atubu ilaili” katanya.
Lalu beliau lanjutkan dzikir itu ditambah bacaan shalawat, lalu diminta untuk merasakan dzikir “Allahu Allah” berulang ulang.
Ibarat HP, dzikir hati itu fungsinya untuk mencas qalbu kita untuk selalu ingat kepada Allah SWT, ketika ke kantor atau kemanapun hatinya selalu ingat dan berdzikir ‘Allah’.
“Sebaik-baiknya dzikir itu adalah dzikir khafi dimana dimanapun saja berada, hati selalu berdzikir pada Allah SWT.” Pungkasnya. (Zbr/Hb).