KIMKARYAMAKMUR.COM, Prenduan – Hari ini Kamis (16/12/2021) sebanyak 88 Kepala Desa terpilih hasil pilkades tahun 2021 Kabupaten Sumenep resmi dilantik oleh Bupati Sumenep Achmad Fauzi. Pelantikan bertempat di Pendopo Keraton Sumenep. Rinciannya 84 orang hasil Pilkades serentak dan 4 orang hasil proses Pergantian Antar Waktu (PAW).
Menariknya, diantara 88 Kades yang dilantik tersebut, ada seorang Kades yang masih muda namanya Eko Wahyudi. Umurnya baru 27 tahun. Ia dilahirkan di Sumenep, 30 September 1994. Tinggal di RT 03/RW 01 Dusun Pesisir Desa Prenduan Kecamatan Pragaan. Jabatannya diraih melalui pergantian Antar Waktu (PAW) dari Kepala Desa lama H. Raja’ie yang tidak dapat melanjutkan tugas sebab meninggal dunia.
Eko Wahyudi adalah menantu almarhum. Meski seorang menantu, Eko bukan mengganti begitu saja jabatan mertuanya, melainkan melalui proses pemilihan yang rumit, demokratis, panjang dan juga melelahkan.
Lama, desa Prenduan merindukan pemimpin muda yang energik. Pemimpin muda tentu diharapkan selalu menawarkan ide-ide segar dan kecakapan kerja yang dimimpikan dinamis menghadapi segala tantangan.
Meski masih muda, namun seribu mimpi ia gantungkan setinggi langit untuk melakukan perubahan besar seperti yang sering ia dengungkan.
Mewujudkan segudang mimpi perubahan itu, dirinya beranggapan bahwa seorang pemimpin yang baik, bukan seseorang yang suka memerintah, namun selalu berusaha memberikan contoh dan melakukannya bersama dengan orang yang dipimpinnya.
“Saya selalu berusaha untuk menggunakan potensi rakyat dalam melakukan perubahan. Karena rakyat bukan obyek. Rakyat subyek perubahan,’ ujarnya.
Katanya sih, lanjutnya, pemimpin yang efektif bukan pintar berpidato dan pencitraan, tapi selalu menggerakkan banyak orang dengan kerja nyata.
“Pemimpin bukan dilihat dari atribut-atributnya. Tapi dari kerja nyatanya.” Jelasnya Kamis (16/12/2021) saat transit di kantor kecamatan sebelum berangkat ke pendopo untuk pelantikan.
Saat ditanya, ketertarikannya menjadi pemimpin menggantikan ayah mertuanya, dirinya membaca fenomena bahwa banyak anak muda selama ini seolah takut menjadi pemimpin, sehingga pemimpin banyak diserahkan pada orang-orang tua.
Anak muda seperti ini lumrah meninggalkan desa merantau ke kota, karena hidup di desa dipandang tidak menjanjikan untuk masa depan. Kenyataan itu ingin ditepisnya. Eko berani masuk ke gerbang tampuk kepemimpinan desa dengan berbekal semangat dan doa para guru serta orang tua.
“Ayah mertua tiba-tiba meninggal, saya pun tertantang untuk mengganti kepemimpinan dengan cara demokratis, semata ingin melanjutkan cita-cita aba yang belum tersampaikan. Saya ingin melakukan perubahan besar tapi tetap terukur sesuai kemampuan dan kearifan lokal desa,” ujarnya semangat sembari mengenang mendiang ayah mertuanya.
Menurutnya lagi yang menarik diketengahkan, bahwa sekarang ini ia menjadi pemimpin di era yang sudah berubah, yaitu era digital. Berbeda dengan dulu yang serba manual. Anak muda sekarang terlihat lebih melek perubahan zaman.
“Majunya teknologi harus kita manfaatkan sebaik mungkin, bukan malah menjadi hambatan. Digitalisasi harus kita dorong guna mempercepat pelayanan, menjadi sarana paling baik untuk mengolah potensi desa menjadi sajian data yang smart,” jawabnya saat ditanya usaha memanfaatkan teknologi untuk mendorong pembangunan desa.
Ia tambahkan, teknologi harus kita manfaatkan untuk menopang berbagai kepentingan, untuk membuat serangkaian inovasi, untuk mendorong percepatan pembangunan, reformasi birokrasi yang lebih berorientasi pada pelayanan prima dan cepat.
Sebagai anak muda yang mengerti kemauan pemuda lainnya, dirinya bertekad untuk menghapus stigma desa sebagai entitas yang kuno dan tidak efektif dalam mengelola pemerintahan.
“Prenduan harus melakukan terobosan besar untuk mengejar ketertinggalan. Tentu butuh dukungan tokoh dan kepedulian banyak pihak pada potensi yang kita miliki,” tambahnya.
Dirinya menyadari bahwa warga desa rukun, guyub dan penuh kekeluargaan. Hal ini menurutnya menjadi modal besar untuk menggerakkan masyarakat dalam satu arah gerakan pembangunan. Namun juga banyaknya penduduk menjadikan dirinya tidak cukup bekerja menggunakan jam, tapi harus mampu merekam kegelisahan warga dalam 24 jam.
“Saya sadar bahwa menjadi pemimpin desa kadang tak cukup sampai jam 3 sore, tapi bisa 24 jam,” ujarnya.
Ditanya soal skill pengelolaan konflik masyarakat mengingat jumlah pendudukan nya yang sangat banyak, ia katakan perlu banyak belajar pada para senior dan terus belajar dari benturan dan tantangan yang dihadapinya.
“Taka ada pemimpin baru menjabat langsung terbang, semua belajar dari tantangan dan benturan persoalan. Biarkan waktu menguji saya untuk makin dewasa. Yang terpenting saya terus berusaha melayani dengan ikhlas dan tanggung jawab. Allah yang akan menolong kita semua,” ujarnya lagi
Dalam membangun kekompakan sebagai sebuah tim dengan perangkat desa dan semua stakeholder lembaga kemasyarakatan desa, dirinya ingin menjadi pemimpin bukan bos.
“Perbedaan antara bos dan pemimpin, Bos akan selalu memerintah dan berkata, ‘kerjakan…!’. Sedangkan pemimpin bersama bekerja, dan berkata ‘mari kerjakan bersama-sama.” Tuturnya penuh filosofis.
Dirinya juga ingin menjadi pemimpin sejati di desa yang bukan hanya memperbanyak pengikut, tapi ingin menciptakan paling banyak penggerak perubahan yang cakap dan selalu berorientasi masa depan.
“Mohon dukungan dari banyak pihak terutama warga Prenduan. Mari bersama melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Tanpa rakyat yang semangat saya tentu tak mampu berbuat apa-apa,” pungkasnya. (Zbr/Hb).