Pengajian Ramadhan Pemkab Sumenep Bedah Kekuatan Shadaqah, Memaafkan dan Mendoakan Orang Lain

oleh -10 Dilihat
KIMKARYAMAKMUR.COM, Sumenep – Pengajian Ramadhan hari ini Jumat (31/03/2023) di Masjid Sumekar Sumenep diisi oleh pembicara yang luar biasa KH. Ahmad Muhajir Bahruddin. 
Dalam ceramahnya beliau mengungkap kekuatan sadaqah, memberi maaf dan mendoakan orang lain. 
Semula beliau mengatakan bahwa kita saat ini sudah melalui sembilan hari bulan ramadhan. Namun pertanyaannya apakah kita sudah masuk pada tujuan Allah, yaitu la’allakum tattaqun wala’allakum tasykurun, menjadi pribadi yang bertaqwa dan bersyukur. 
Orang yang bertakwa, katanya adalah orang yang selalu bersedekah dalam keadaan melarat maupun senang. Orang senang bisa bersedekah wajar, tapi kalau orang melarat bersedekah itu luar biasa. 
Beliau menyindir bahwa kebiasaan kita urusan sadaqah yang kita pilih jumlah nilai terkecil, padahal keinginan kita besar menjadi orang kaya, pangkat dan jabatan yang tinggi.
“Kita ingin kaya, ingin naik pangkat tapi shadaqahnya selalu yang dipilih yang terkecil,” ungkapnya. 
Kalau kita menginginkan sesuatu yang besar, maka shadaqahkan dulu sesuatu yang berharga milik kita. Kita harus melakukan sesuatu yang luar biasa. 
Orang yang shadaqah maka malaikat yang akan menjaga kita, kita akan punya dokter pribadi, akan punya asisten pribadi. 
Shadaqah itu akan membuat orang tersenyum, maka imbasnya pasti membuat energi bagi kita yaitu membekas senyum pula pada diri kita. Shadaqah itu bukan diukur dari sebesar apa kekayaaan kita, tapi sebesar dan sejauh mana kita bisa membahagiakan orang lain. 
Orang yang bertakwa katanya juga orang yang suka memaafkan orang lain. Beliau contohkan orang yang berada dalam kondisi sakaratil maut tidak cepat meninggal salah satunya karena belum ada maaf dari orang yang ada di sekelilingnya, terutama orang yang pernah disakiti. 
Maka begitupun juga dengan kita yang hidup ini, bisa jadi sekat sekat beratnya hidup kita karena belum ada kata maaf dan memaafkan kepada orang lain. 
“Ayo kita mulai, sebelum berangkat ke tempat kerja, tak berangkat kecuali ada senyum dari isteri kita. Bukankah kita bekerja untuk membahagiakan anak, isteri dan orang di sekitar kita,” jelasnya mencoba menyadarkan yang hadir. 
Memaafkan orang lain sejatinya bukan kata lisan atau bahasa tubuh, hakikatnya adalah jiwa yang selalu memaafkan kepada orang lain. 
“Sekali kali kita perlu duduk terpejam, lalu berkata dalam hati, aku minta maaf ya Allah,” ungkapnya. 
Kata itu dilakukan kita dengan bahasa daerah kita, sekalipun bukan dengan bahasa Arab. Sebut dengan jiwa yang pasrah. Pasti kata jiwa itu akan tembus. 
Lalu setelah memaafkan kita berterima kasih kepada setiap orang yang senang atau bahkan membenci kita. Setelah itu baru kita mendoakan mereka semoga disenangkan, rezekinya dilancarkan, umurnya dibarakahkan. 
“Setiap bertemu dengan orang, kita doakan orang lain. Karena dengan mendoakan orang lain maka kita selalu dibahagiakan oleh Allah,” tuturnya. 
Kalau selalu membahagiakan orang lain maka kita akan bahagia. Tidak kita yang bahagia, mungkin anak anak cucu kita.
“Kita boleh jadi bahagia hari ini, punya pangkat dan kedudukan hari ini, tapi apakah kebahagiaan itu akan juga terwariskan kepada anak anak kita,” tanyanya. (Zbr/Hb).

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.